DETIK MASA AKHIR KEMUNDURAN MAJAPAHIT

 

Detik Masa Akhir Kemunduran Majapahit 

Oleh: Husnil Mubarok

Sejarah dunia kerajaan di bumi Nusantara sangat populer sekali apalagi kata Majapahit suatu nama besar yang dimiliki kerajaan saat itu. Berbicara kerajaan tidak lengkap rasanya kalau tidak menyebutkan nama tokohnya salah satunya yaitu Prabu Brawijaya V, oleh kalangan pemuda sekarang siapa yang tidak kenal nama raja itu dalam dunia kerajaan.

Awal mula tampaknya kemunduran Majapahit bisa ditandai dengan adanya perang Suksesi. Semula itu tampak Ketika Prabu Wikramawaddhana terlibat dalam perselisihan bersenjata dengan saudara Iparnya Bhre Wirabhumi, perang suksesi bergejolak panas karena memperebutkan tahta Majapahit yang berlangsung pada tahun 1401-1405 M. perang itu juga disebut perang Paregreg karena bermakna saling Tarik ulur waktu dan bentuk perang yang tersendat-sendat.

Berakhirlah pertempuran itu di buktikan adanya kekalahan Bhre Wirabhumi dengan pelarian diri sambal menaiki perahu di malam hari. Namun dalam pelarian itu masih tetap diburu oleh Bhre Narapati, dan tertangkaplah Bhre Wirabhumi yang di penggal kepalanya lalu dibawa ke Majapahit kemudian di makamkan di Lung, candi makamnya yang disebut Grisapura.

Selesainya atas peperangan tersebut, ternyata Majapahit masih di hadang oleh sejumlah pemberontak terutama Ketika Wikramawarddhana mangkat di gantikan oleh putrinya Rani suhita. Di bawah Rani Suhita, selain terjadinya pemberontakan di berbagai sudut daerah, Majapahit semakin dilemahkan oleh terjadinya penyingkiran para tokoh yang unggul dan berjasa terhadap kerajaan. Sejarah mencatat, lewat berbagai ragam fitnah para tokoh yang jujur, setia dan kuat tersingkir secara bergantian tanpa alasan yang jelas.

Rani Suhita sebagai Putri dari Wikramawardhana penerus Majapahit berakhir pada tahun 1447 M karena wafat dan karena Rani Suhita tidak di karuniai keturunan putra, maka diangkatlah adik laki-lakinya yaitu Dyah Kertawijaya yang naik tahta dengan nama abhiseka: Sri Prabu Kertawijaya Wijaya Parakramawardhana. Dalam babat tanah jawi, Dyah Kertawijaya disebut dengan nama Radin Alit yang setelah menjadi raja bergelar Prabu Brawijaya V.

Dalam Babat Tanah Jawi sebutan Brawijaya V bisa di fahami lantaran melihat Sri Prabu Kertawijaya menduduki urutan ke 5 dari raja laki-laki yang ada di kepemerintahan majapahit yaitu sejak Sri Prabu Kertarajasa Jayawarddhana, Sri Prabu Jayanegara, Sri Prabu Rajasanegara, Sri Prabu Wikramawarddhana, dan Sri Prabu Kertawijaya.

Sri Prabu Kertawijaya (Prabu Brawijaya V) adalah seorang mahapatih yang pertama kali menaruh perhatian besar terhadap perkembangan agama islam. Karenanya selain memiliki kawan serta kerabat dan sekaligus para pembantu beragama islam dua istrinya juga ikut memeluk ajaran agama islam yang berasal dari Champa dan China. Selain dari bagian keluarga yang beragama islam, ia juga tampak sekali memberikan ruang jabatan penting di Majapahit bagi orang beragama islam.

 Perang Suksesi yang berujung kemundurannya Majapahit

Menurut Pararton, pada tahun 1373 sak/ 1451 M jenazah Sri Prabu Kertawijaya di makamkan di Kertawijayapura. Diyakini dengan sebutan Kertawijayapura karena memang disamping makam putri Champa, Darwati juga istri Sri Prabu Kertawijaya, meskipun juru kuncinya sendiri menyebutkan sebagai makam Prabu Damarwulan.

Dengan cepatnya Majapahit jatuh dalam sebuah konflik perebutan kekuasaan yang berlarut-larut disaat wafatnya Sri Prabu Kertawijaya. Lantas demikian, Dyah Wijayakumara Bhre Pamotan pada tahun saka 1373/ 1451 M naik tahta menggantikan Sri Prabu Kertwijaya dengan bergelar Sri Rajasawarddhana yang meskipun statusnya sebagai menantu Sri Prabu Kertawijaya.

Kondisi carut marutnya konflik perebutan kekuasaan oleh putra-putra Sri Prabu Kertawijaya kekuasaan Sri Rajasawarddhana tidak selang lama hanya dua tahun saja, di karenakan hilang ingatan. Sewaktu di atas perahu yang sedang berlayar di tengah segara kondisi saat di hibur justru ia melompat yang pada akhirnya mati tenggelam. Dengan mengingat kejadian serupa, maka di kenanglah dengan sebutan nama Anumerta Bhre Pamotan sang Sinagara (Bhre yang melempar diri ke segara). Sepeninggalan akhir hayatnya ia meninggalkan empat putra dan seorang putri Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, Bhre Kretabhumi dan putrinya Parameswari Lasem.

Sepeninggal Sri Rajasawarddhana, menurut Pararaton Majapahit mengalami dalam kondisi kekosongan pemimpin atau tanpa seorang raja (telung taun tan hana prabhu) kejadian itu berlangsung selama kurang lebih tiga tahun lamanya antara tahun saka 1375-1378 (1453-1456 M). kondisi saat itu berakhir Ketika Bhre Wengker naik tahta pada tahun 1456 M dengan bergelar Hyang Purwawisesa.

Dalam model kepemimpinannya untuk mengambil kebijakannya Hyang Purwawisesa sama persis dengan sang ayahanda Sri Prabu Kertawijaya dengan memberikan kedudukan kerabat-kerabatnya yang beraga islam. Ia memimpin pemerintahan Majapahit terbilang cukup lama yaitu sepuluh tahun ia mangkat pada tahun saka 1388/ 1466 M dan didarmkan di Puri. Lalu di gantikan lah oleh putranya Dyah Suraprabhawa kala itu sedang menjadi Bhattare tumapel, ia naik tahta bergelar Singhawikramawarddhana. Namun, Sri Prabu Singhawikramawarddhana mendapat kebencian dari kerabatnya sendiri karena semasa menjabat modelnya tidak jauh beda dengan sang ayah (Hyang Purwawisesa) dan kakeknya (Sri Prabu Kertawijaya).

Masa kepemimpinan Sri Prabu Singhawikramawarddhana adalah masa-masa terjadinya pemberontakan secara besar-besaran dalam dugaan nya pemberontakan ini di pimpin oleh Bhre Kertabhumi putra Bhre Pamotan sang Sinagara. Kejadian ini mana kala sang nata sah saking kraton (sang raja pergi meninggalkan keraton).

Dan lagi konflik tidak usai reda justru semakin tidak karuan, pasalnya pada tahun1474 M Majapahit mengalami dengan adanya dua raja. Pertama Bhre Kertabhumi yang berkuasa di Wilwatikta ia mengangkat dirinya sebagai mahapatih satu-satunya namun, Tindakan itu ditentang oleh Sri Prabu Kertawijaya sekaligus para adipati pesisir muslim yang sebelumnya di angkat oleh Sri Prabu Hyang Purwawisesa. Yang kedua, Dyah Ranawijaya seorang putra Sri Prabu Suraprabhawa dengan memakai gelar Abhiseka Girindrawarddhana.

Kekuasaan Bhre Kertabhumi berselang tidak cukup lama hanya kurang lebih berjalan empat tahun. Sebab, Dyah Ranawijaya Girindrawarddhana pada tahaun 1478 M membawa pasukan berkekuatan besar untuk menyerang dan merebut Kembali kekuasaan Majapahit dari tangan Bhre Kertabhumi. Pararaton menyatakan, peristiwa peperangan tersebut Bhre Kertabhumi telah terbunuh di kerathon.

Dalam buku Masa Akhir Majapahit: Girindrawarddhana dan masalahnya pakar arkeologi dan epigrafi Hasan Djafar mengungkapkan setelah penumpasan Bhre Kertabhumi. Dyah Ranawijaya Girindrawarddhana berhasil menyatukan Kembali berbagai wilayah sisa-sisa terpecahnya kerajaan Majapahit juga menuliskan Namanya dalam prasasti dengan gelar Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura-jangga la-Khadiri Prabu Nata. 

Sedikit bukti runtuhnya Majapahit akibat perang suksesi yang di lancarkan oleh Dyah Ranawijaya Girindrawarddhana ke Ibu Kota Majapahit adalah dengan adanya terpecah belahnya kekuasaan menjadi kadipaten-kadipaten kecil yang bebas.

Wilayah kadipaten kecil itu saling mengakui antara satu sama lainnya sebagai penerus majapahit sehingga berpotensi menimbulkan terselenggarakan peperangan diantara mereka.





Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.